Top Ad 970x90

Thursday, August 27, 2015

Ibnu Bathutha, Petualangan Agung Menuju Tanah Suci

Ibnu Bathutha, sepanjang 30 tahun usianya, ia menghabiskan waktu berpetualang ke berbagai belahan dunia, dan menjejakkan kaki ke hampir seluruh negeri. Dari Afrika Utara, Afrika Barat, Eropa Selatan, Eropa Utara, Timur Tengah, Benua Hindia, India, Asia Tengah, hingga ke dataran Cina.

Ia menuliskan kisah petualangannya yang luar biasa meliputi berbagai aspek; geografis, politis, historis, ragam budaya lokal dan kepribadian setiap kaum di berbagai wilayah yang dikunjunginya. Sebuah perjalanan yang sarat pengalaman dan ilmu pengetahuan. Ini melampaui rekam jejak perjalanan yang dilakukan oleh Marco Polo.

Pada masa itu kebanyakan orang merintis perjalanan untuk membuat peta terbaik perjalanan ibadah Haji. Namun Bathutha menjadikan konteks setiap jejak perjalanannya memiliki makna yang lebih luas dan mendalam.

Bathutha atau Abu Abdullah Muhammad ibn ‘Abdullah al-Lawati  ath-Thanji ibn Bathutha, ia lahir pada 1304 Masehi di Tangier. Sebuah kota di dekat Selat Jabal Thariq (Gibraltar) Maroko, dan tumbuh sebagai pemuda yang sangat berbakat.

Pada pertengahan tahun 1325, Bathutha yang saat itu berusia 21 tahun mengawali perjalanannya. Ia berangkat dari Tangier menuju Mekkah untuk menunaikan ibadah Haji. Perjalanan itu berlangsung selama 16 bulan. Melalui darat, ia menyusuri pantai Afrika Utara lalu menyeberangi wilayah kekuasaan Kesultanan Abd al-Wadid dan Hafsid. Dengan menyusuri hutan, perbukitan ia bergerak menuju Tlemcen, Bejaia hingga tiba di Tunisia. Ia menetap di sana selama dua bulan.

Bathutha memilih untuk melakukan perjalanan itu dengan bergabung bersama kafilah yang menuju Mesir. Bersama para kafilah itu, banyak orang yang menemani perjalanannya. Ini cara yang memungkinkan ia terhindar dari risiko kejahatan dalam perjalanan.

Di Sfax, Bathutha menikah untuk pertama kalinya dari beberapa kali pernikahan yang dilakukannya dalam perjalanan yang panjang itu.

Pada awal musim semi 1326, setelah ia melanjutkan perjalanan menempuh lebih dari 3.500 km. Ia mengunjungi pelabuhan Iskandariyah bagian dari Kerajaan Mamluk Bahri, dan menghabiskan beberapa pekan untuk berkunjung ke situs-situs di wilayah itu sebelum masuk menuju ke pedalaman.

Perjalanan Bathutha kembali berlanjut, menyusuri gurun di wilayah Afrika Utara sejauh 3.500 km menuju Alexandria, Mesir. Kota yang sibuk ini berada di wilayah kekuasaan Kerajaan Mamluk. Di kota ini, ia menyaksikan pencakar langit Mercusuar Fir’aun yang tingginya mencapai 104 meter (hancur akibat gempa di abad itu). 

Selama beberapa pekan di Alexandria, Bathutha sempat singgah ke Luxor dan Giza (el-Giza atau Al Jizah. Ia juga berkunjung ke Kairo tak lama sebelum melanjutkan perjalanan ke Damaskus melalui Hebron (Al Khalil) dan Yerusalem (Al Quds).

Di Damaskus Bathutha menetap selama 24 hari, karena saat itu bulan Ramadhan, ia menggunakan waktunya untuk belajar, bertemu dengan para guru, kaum cendekiawan dan para hakim setempat.

Di kota ini ia banyak memperoleh ilmu pengetahu-an. Ia mencatat efisensi pengelolaan sumbangan kota Damaskus, bahkan dapat membantu warga yang kesulitan untuk membiayai pernikahannya. Selanjutnya Bathutha menuju ke Madinah dan Mekkah untuk ziarah dan beribadah Haji.

Selama empat hari singgah di Madinah, Bathutha menceritakan keadaan makam Baqi’ Al Gharqad yang dikunjunginya, juga makam Malik bin Anas yang memiliki kubah kecil, makam Ibrahim (putra Nabi SAW) dibuatkan kubah berwarna putih, makam-makam istri Nabi SAW, Abbas (paman Nabi SAW) dan Imam Hasan bin Ali (cucu Nabi SAW) dengan kubah yang tinggi dan kuat.

Begitu pula dengan makam Khalifah Utsman bin Affan yang dibangun megah, berkubah besar. Sampai di kota Mekkah, Bathutha menunaikan ibadah Hajinya. Namun setelah ia menyempurnakan ibadahnya, ia tidak bermaksud pulang ke Tangier. Perjalanannya berlanjut ke Mesopotamia (Irak dan Iran–sekarang).

Bertolak dari Shiraz dan Mesopotamia, Bathutha melaksanakan ibadah Haji yang kedua kali dan menetap di Mekkah selama hampir tiga tahun. Ia berangkat menuju Jeddah dan melanjutkan per-jalanan ke Yaman lewat jalur laut singgah di Aden dan berlanjut ke Mombasa, Afrika Timur.

Tahun 1328, Bathutha melanjutkan perjalanan ke pantai timur Afrika hingga ke kota Kilwa (Tanzania).


Tahun 1332, ia berangkat ke Oman melalui selat Hormuz, Siraf, Bahrain dan Yamama untuk kembali Mekkah menunaikan Haji ketiga kalinya. Setelah itu, Bathutha kembali berkunjung ke Kairo, Palestina dan Damaskus, dan melanjutkan perjalanan-nya ke Aleya lewat jalur laut menuju Anatolia dan meneruskan perjalanannya melintasi laut Hitam.

Setelah melalui perjalanan yang penuh bahaya, akhirnya Bathutha tiba di Konstantinopel (Turki) melalui jalur selatan Ukraina. Ia mencatat bahwa perjalanan menuju daerah yang lebih mengarah ke Utara lagi dengan menggunakan kereta kecil yang ditarik anjing-anjing besar.

Sekembalinya dari wilayah dingin itu, ia singgah di Konstantinopel. Saat itu, Andronicus II Palaeologus, kaisar Byzantium memberinya hadiah seekor kuda untuk digunakan di perjalanan berikutnya ke wilayah timur.

Perjalanan Bathutha berlanjut ke Khurasan, ia berkunjung kota-kota penting; Bukhara, Balkh, Herat dan Nishapur. Kemudian ia mengambil jalan  melintasi dataran tinggi Hindukush untuk masuk ke India melalui Ghani dan Kabul. Ia terus menyusuri Lahri (dekat Karachi Pakistan), Sukkur, Multan, Sirsa, Hansi dan tiba di Delhi.

Selama beberapa tahun menetap di Delhi, Bathutha mendapat sambutan hangat dari Sultan Mohammad Tughluq. Ia diangkat sebagai Hakim di kesultanan.

Tahun 1342, Sultan Mohammad Tughluq mengangkat Bathutha sebagai duta besar dan mengutusnya pergi ke Cina. Ia berlayar melalui Kepulauan Maldiva (Maladwa), Sri Lanka, Bangladesh, Myanmar, Kepulauan Andaman, hingga Aceh.


Di Aceh, Bathutha singgah selama 15 hari, disana ia menemui Sultan Mahmud Malik Zahir.  Dari Aceh, Bathutha berlayar ke Selat Malaka, Singapura, melewati Laut Cina Selatan  menuju kota  Quanzhou di Fujian, Ia menamainya dengan 'Kota Zaitun'.

Dalam 60 hari perjalanan dari Quanzhou menuju Beijing, Sejarawan Hamilton Alexander Rosskeen Gibb (H.A.R. Gibb) menyebutkan bahwa; Bathutha menyaksikan Tembok Raksasa. Ia percaya bahwa Tembok Raksasa di Cina itu dibangun oleh Dzulqarnain untuk mengisolasi Ya’juj dan Ma’juj (Gog Magog) sebagaimana disebutkan Al Qur’an dalam surat Al Kahfi.

Tahun 1346 Bathutha memulai perjalanan pulang dari Beijing, selama empat tahun perjalanan darat dan pelayaran laut, ia kembali ke kota kelahirannya Tangier di Maroko. Tak lama berada di Maroko, Bathutha kembali pergi melanjutkan petualangan menyeberangi Laut Tengah menuju Andalusia, Spanyol Selatan. Kemudian kembali lagi, menerobos gurun Sahara dan tiba di Mali, wilayah Afrika Barat.

Setelah berkelana selama seperempat abad, pada tahun 1354, Bathutha kembali ke negeri kelahirannya dan menetap di kota Fez. Ia berteman baik dengan Sultan Maroko. Sang Sultan begitu kagum dengan kisah perjalanan yang ditempuh oleh Bathutha.

Ini menjadi alasan Sultan itu membantu Bathutha mencatatkan perjalanan pentingnya kepada Ibnu Juzay, seorang sarjana yang ditemuinya ketika sedang berada di Iberia (Spanyol dan Portugal). Lalu catatan perjalanan Bathutha itu dibukukan. Buku berjudul "Ar Rihla" (Perjalananku) itu menjadi populer, menceritakan kisah fantastik perjalanan sepanjang 120.000 km yang telah ditempuh Bathutha.

Meskipun mengandung unsur fiksi, Ar Rihla adalah sebuah catatan perjalanan keliling dunia terlengkap warisan abad ke-14 yang telah menginspirasi banyak kalangan, dari generasi ke generasi. (*)

Penulis: Gus Arifin, Editor: Erwin E Ananto
Jumrah Magazine

Top Ad 728x90