Top Ad 970x90

Thursday, August 13, 2015

Ali Masykur Musa: Keunggulan Ekonomi Syariah dari Konvensional

Ali Masykur Musa: Keunggulan Ekonomi Syariah dari Konvensional
Apa yang menjadi keunggulan Ekonomi Syariah , sehingga kita memilih produk-produk syariah dari pada dengan Ekonomi Konvensional?

Ali Masykur Musa; Ini kan sebuah alternatif sistem dari yang ada sebelumnya. Kuncinya keberhasilannya adalah competitiveness yang tinggi. Tentunya value dari sistem syariah itu harus benar- benar diperkenal-kan dengan baik, seperti tidak ada riba, gharar, maisir. Sehingga umat Muslim benar-benar sadar dan mau berpindah dari sistem konvensional ke sistem syariah, bukan karena paksaan. Terpenting adalah bahwa umat Muslim merasa lebih secure menggunakan produk-produk ekonomi syariah. Dalam hal ini, tugas negara hanya membuat instrument regulasi.

Saat ini pemerintah relatif telah membuat kebijakan yang menyangkut ekonomi syariah. Undang-undang perbankan syariah sudah ada, zakat, wakaf termasuk Undang-undang SBSN juga sudah, jadi saya pikir itu cukup. Tinggal mensosialisasikannya kepada masyarakat untuk membangun kesadaran umat Muslim mengenai value dari ekonomi syariah. Sekali lagi tidak boleh ada paksaan dalam proses sosialisasi ini.

Ya, kalau pada akhirnya orang tertarik, yang harus menggunakan sistem syariah ini tidak harus umat Muslim saja. Di luar negeri non Muslim melihat ini sebagai sistem yang baik, karena memberi rasa aman dan adil.

Anda optimis dengan nilai zakat yang terkumpul di Indonesia bisa mencapai 20 triliun rupiah. Bagaimana Anda memandang pelaksanaan Haji sebagai pasar potensial bagi ekonomi syariah?

Pertanyaan menarik. Hari ini di Indonesia, orang mau naik Haji harus masuk daftar tunggu selama 12-18 tahun. Jawa Timur itu 18 tahun. Saking banyaknya jumlah jamaah Haji, sehingga kita melihat potensi Haji dalam konteks mendorong kemajuan ekonomi syariah itu sangat strategis. Hitungan Kemenag dan laporan dari perbankan terkait setoran jamaah Haji jumlah yang terkumpul bisa mencapai 60 Triliun rupiah. Itu uang yang tersimpan hingga waktu keberangkatan Haji tiba, jadi mengendap selama 12-18 tahun.

Nah, jika itu dijadikan mesin penggerak bagi kemajuan ekonomi syariah, tentu luar biasa manfaatnya bagi kepentingan umat Muslim. Untung saja, kebijakan pemerintah khususnya pelaksanaan Haji harus melalui bank-bank syariah, dan bank daerah juga yang syariah. Kebijakan ini tepat, karena yang dikelola adalah uang untuk kegiatan keagamaan (Haji), maka sudah seharusnya transaksinya melalui bank syariah.

Melihat besarnya populasi umat Muslim dalam negeri, mungkinkah dengan mekanisme syariah pada pelaksanan Haji itu melebar ke kegiatan Umrah?

Tentu saja. Sekarang ini, Umrah bukan saja diminati umat Muslim menengah atas diperkotaan. Ini juga menjadi ′need′ masyarakat di daerah pedesaan. Tingkat ekonomi masyarakat saat ini membaik. Sementara lamanya waktu menunggu untuk berHaji, membuat Umrah semakin banyak peminatnya. Ini yang saya bilang bahwa potensi Umrah dalam konteks mengkapitalisasi ekonomi umat Muslim itu sangat tinggi. Kalau kita lihat, setiap hari di bandara itu tidak ada hari tanpa Umrah. Di Terminal 2 itu selalu penuh dengan orang yang mau berangkat Umrah.

Jadi kalau semua itu sangat besar potensinya, apa saja target kedepan?

Kembali kepertanyaan awal tadi. Kalau pasar Haji senilai 60-an Triliun rupiah, (bahkan kalau tidak dibatasi, orang pun akan membayar jumlahnya akan membengkak). Semua itu uang mengendap (mubazir). Kalau dimasukkan juga nilai dari pasar Umrah. Kemudian zakat, infaq dan shodaqah yang besarnya mencapai 20 Triliun rupiah. Katakan saja total semua itu berjumlah 100 Triliun rupiah setiap tahun. Itu kekuatan ekonomi yang luar biasa besar. Nah, dengan itu semua apa yang bisa kita lakukan?

Dalam Undang Undang Haji disebutkan bahwa uang atas pengelolaan Haji itu dapat digunakan secara syar′i dalam konteks efisiensi. Jadi boleh dialokasikan untuk pengembangan bisnis.

Saat ini pengelola Haji, belum mampu mengguna-kan dana itu untuk kepentingan umat, itulah yang menurut saya salah satu alasan segera kita dibuat bank Haji. Tabungan Haji seperti di Malaysia, jadi dengan tingkat efisiensi dari pengelolaan bank Haji ini, bisa mensubsidi jamaah Haji pada 15-20 tahun berikutnya. Sehingga biayanya menjadi lebih murah tidak harus sebesar 30-32 jutaan seperti sekarang. Barangkali jamaah di masa mendatang hanya perlu membayar 20 jutaan, kekurangan bisa diambil dari pengelolaan dana Haji sebelumnya, yang besarnya luar biasa itu.

Haruskah dibentuk lembaga baru untuk mengelola dana jamaah Haji itu?

Saya pikir, di dalam sistem pengelolaan keuangan negara, ada yang disebut dengan Badan Layanan Umum (BLU) dan itu diperbolehkan dalam mekanisme sistem keuangan negara. Pengelolaan dari kegiatan Haji dan Umrah dikelola oleh badan khusus yang terlepas dari Kementerian Agama. Sehingga lembaga itu bisa mengelola dana Haji dan Umrah itu secara mandiri, misalkan meng-investasikan dana itu pada bank syariah, itu ada return-nya. Keuntungannya bisa digunakan untuk mensubsidi calon jamaah Haji berikutnya.

Dengan demikian menurut saya, harus segera dibentuk BLU yang mengelola dana itu, Saya setuju BLU itu tidak dalam bentuk Direktorat Jenderal di lingkungan Kementerian Agama.

Apakah sudah ada dorongan ke arah sana, bagaimana dengan DPR?

Pemikiran sudah ada, tinggal pemerintah mau atau tidak mengeluarkan Dirjen Haji dari Kemenag menjadi Badan Layanan Umum (BLU). Tentu saja itu bisa dilakukan, karena itu uang jamaah, bukan uang APBN. Pendek kata, potensi ekonomi syariah di Indonesia itu sangat besar. Tinggal kemauan dan kemampu-an, kemauan itu berarti regulasi, sedangkan soal kemampuan itu berati sumber daya manusianya. Umat Muslim harus mempersiapkan diri sebagai pengelola keuangan dari ekonomi syariah itu.

Karena itulah kebijakan Kementerian Pendidikan dan Kementerian Agama khususnya Ristek Dikti sudah banyak perguruan tinggi yang membuka Fakultas Ekonomi Bisnis dan Islam (FEBI), seperti di UIN dan beberapa kampus umum sudah membuka jurusan ekonomi berbasis syariah itu bagus, untuk menjawab ketersediaan tenaga-tenaga yang mengelola ekonomi syariah ke depan.

Disisi lain, ya pesantren sendiri sebagai institusi pendidikan yang didalamnya memiliki potensi sangat banyak. Menyangkut orang tua murid dan para santrinya, bila itu dilakukan secara syariah akan sangat besar potensi ekonominya.

Bicara perkembangan ekonomi di Asia, terkait MEA dan AFTA, apakah bisa menghambat upaya pengembangan ekonomi syariah di Indonesia?


Menurut saya tidak usah khawatir adanya MEA dan AFTA itu bagian dari keniscayaan dari sistem ekonomi global. Justru disinilah ekonomi syariah harus kompatible dalam bersaing dengan sistem ekonomi yang lain. Kita punya kelebihan, tidak ada riba, gharar, maisir sehingga orang yang memilih sistem ekonomi syariah merasa lebih secure.

Menurut saya, ekonomi syariah juga harus terbuka dan gencar melakukan terobosan baru membangun sistem di level mana pun. Di sisi lain, pemerintah harus menjadi endorser yang baik, masyarakat dan tokoh-tokoh Muslim juga harus mensosialisasikan pentingnya ekonomi syariah sebagai pilihan yang paling adil dalam konteks ekonomi.

Wawancara Tim JUMRAH

Baca juga:

1) Memompa Kekuatan Ekonomi Syariah di Tanah Air
2) Keunggulan Ekonomi Syariah dari Konvensional
3) Mungkinkah Mekanisme Syariah Untuk Pelaksanaan Umrah?

Top Ad 728x90